Asal Mula Nama Kota Salatiga, Jawa
Tengah
Asal
Mula nama Kota Salatiga, Jawa Tengah,
terkait dengan Ki Ageng Pandanaran yang dahulu menjadi Bupati Semarang. Pada
masa Kesultanan Demak masih berkuasa di Jawa Tengah dahulu, Kabupaten Semarang
termasuk dalam wilayah kesultanan. Kabupaten Semarang dipimpin oleh Ki Ageng
Pandanaran. Ki Ageng Pandanaran merupakan seorang saudagar kaya raya. Namun
seiring berjalannya waktu, Ki Ageng Pandanaran malah sibuk memperkaya dirinya
sendiri, sampai melupakan kesejahteraan rakyatnya.
Menurut cerita,
Sunan Kalijaga saat itu merupakan penasehat Sultan Demak. Ia bermaksud
mengingatkan Ki Ageng Pandanaran dengan cara menyamar menjadi seorang penjual
rumput. Suatu ketika, Sunan Kalijaga mendatangi Ki Ageng Pandanaran. Ia
berpura-pura menawarkan rumput. Ki Ageng setuju membeli rumput tersebut tapi
dengan harga murah. Sunan Kalijaga menolaknya dengan alasan harganya terlalu
murah.
Ki
Ageng Pandanaran tidak terima. Ia merasa tersinggung dengan penolakan Sunan
Kalijaga. Ia sangat marah kemudian mengusir Sunan Kalijaga. Sebelum pergi,
Sunan Kalijaga berkata pada Ki Ageng Pandanaran bahwa ada cara lebih baik untuk
mencari kekayaan daripada menimbun harta yang seharusnya menjadi hak rakyat.
“Wahai Pak Bupati terhormat, daripada menimbun harta milik
rakyat, ada cara lain lebih terhormat untuk mencari harta kekayaan.” kata Sunan
Kalijaga.
“Memangnya siapakah kamu? Sampai berani menceramahiku?” kata
Bupati Semarang.
“Pinjami saya cangkul untuk menunjukkan cara mencari harta.”
jawab Sunan Kalijaga.
Ki Ageng Pandanaran kemudian memberikan cangkul pada Sunan
Kalijaga. Segera Sunan Kalijaga mencangkul tanah di depannya. “Prak.” terdengar
suara cangkul mengenai sebuah benda keras. Setelah benda itu diambil, ternyata
itu adalah bongkahan emas. Ki Ageng Pandanaran merasa kaget menyaksikan
kejadian tersebut. Ia kemudian melihat baik-baik wajah si penjual rumput. Ia
berusaha menebak-nebak siapa sebenarnya si penjual rumput. Setelah mengamati
agak lama, Ki Ageng tersentak kaget ketika menyadari bahwa si penjual rumput
adalah Sunan Kalijaga. Segera ia bersimpuh meminta maaf pada Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga dengan bijaksana memaafkannya. Ia meminta beliau agar kembali
memimpin Kabupaten Semarang dengan benar. Sunan Kalijaga kemudian meninggalkan
Ki Ageng Pandanaran.
Sepeninggal kejadian tersebut, Ki Ageng menjadi merasa
bersalah. Ia sangat malu telah menumpuk kekayaan dengan jalan tidak benar. Ia
kemudian memutuskan melepaskan jabatannya sebagai Bupati Semarang. Untuk
menebus kesalahannya, Ia akan mengikuti jejak Sunan Kalijaga menjadi seorang
penyiar agama dengan mendirikan sebuah pondok pesantren di Gunung Jabaikat.
Nyai Ageng yang mengetahui rencana suaminya, menyatakan akan
mengikuti jejak Ki Ageng. Ki Ageng Pandanaran menyetujui keinginan Nyai Ageng
dengan syarat tidak boleh membawa harta benda.
Tibalah saat keberangkatan Ki Ageng dan Nyai Ageng ke Gunung
Jabaikat untuk membangun pondok pesantren. Sebelum berangkat, Nyai Ageng sibuk
mengumpulkan perhiasan untuk ia bawa. Ia menyimpannya ke dalam tongkat bambu.
Karena menunggu lama, akhirnya Ki Ageng Pandanaran berangkat terlebih dahulu ke
Gunung Jabaikat.
Tidak laMa kemudian, setelah selesai mengumpulkan perhiasan
untuk dibawa ke Gunung Jabaikat, Nyai Ageng segera berangkat menyusul Ki Ageng
Pandanaran. Tapi sial, di tengah perjalanan muncul tiga orang perampok
memaksanya untuk menyerahkan semua perhiasan dalam tongkat bambu yang dibawa
oleh Nyai Ageng. Karena tidak mempunyai pilihan lain, Nyai Ageng pun
menyerahkan semua perhiasan yang ia bawa kepada paraperampok. Ia segera
bergegas pergi menyusul suaminya di Gunung Jabaikat.
Sesampainya di Gunung Jabaikat, Nyai Ageng segera
menceritakan perampokan yang dialaminya. Ki Ageng Pandanaran kemudian
menasehati istrinya agar jangan terlalu serakah dengan harta. Ia meminta
istrinya menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran. Ki Ageng kemudian
mengatakan bahwa di tempat istrinya dihadang oleh ketiga perampok tersebut
kelak akan bernama Salatiga,
yang berarti tiga orang bersalah.
Komentar
Posting Komentar